Di tinjau berdasarkan sistem
pemilikan sumber aya ekonomi atau faktor – faktor produksi, tak terdapat alas
an untuk menyatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah kapitalistik. Sama halnya,
tak pula cukup argumentasi untuk individual atas faktor – faktor produksi,
kecuali untuk sumber daya sumber aya yang banyak menguasai bajat hidup orang
banyak, dikuasai oleh negara. Hal ini di atur dengan tegas oleh Pasal 33 UUD
1945. Jadi, secara konstitusional, sistem ekonomi Indonesia bukan kapitalisme
dan bukan pula sosialisme.
Kehidupan
perekonomian atau sistem ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari prinsip –
prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam
Pancasila dan UUD 1945. Sistem ekonomi Indonesia yang termasuk sistem ekonomi
campuran itu disesuaikan terutama dengan UUD 1945 sebelum di amandemen tahun
2000 yakni sistem ekonomi Pancasila dan ekonomi yang menitikberatkan pada koperasi
terutama pada masa Orde lama sebelum tahun 1996 dan hingga kini masih berkembang.
Dalam masa pemerintahan Indonesia Baru (1999) setelah berjalan nya masa
reformasi muncul pula istilah ekonomi kerakyatan. Tetapi inipun belum banyak
dikenal, karena hingga kini yang masih banyak dikenal masyarakat adalah
sistem ekonomi campuran yakni sistem ekonomi Pancasila, di sampine ekonomi yang
menitikberatkan kepada peran koperasi dalam perekonomian Indonesia.
Perbedaan
antara sistem ekonomi kapitalisme atau sistem ekonomi sosialisme dengan sistem
ekonomi yang di anut oleh Indonesia adalah pada kedua makna yang terkandung
dalam keadilan sosial yang merupakan sila ke lima Pancasila yakni prinsip
pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi. Kedua prinsip ini
sebenarnya yang merupakan pencerminan sistem ekonomi Pancasila, yang jelas –
jelas menentang sistem individualism liberal atau free fight liberalism (sistem
ekonomi kapitalisme ekstrem) dan sistem ekonomi komando (sistem ekonomi
sosialisme ekstrem).
Sistem Ekonomi pada Masa Penjajahan Belanda
Menurut sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama penjajahan Belanda, sejarah ekonomi colonial Hindia Belanda dapat dibagi dalam tiga episode: Sistem merkantilisme ala VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) sekitar tahun 1600 – 1800 yang penekanan nya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830 – 1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945. Sistem – sistem ekonomi colonial ini di satu sisi meninggalkan kemelaratan bagi rakyat Indonesia, namun di sisi lain melahirkan budaya cocok tanam, sistem uang, dan buaya industry. Bahkan sebenarnya, pemerintah Hindia Belanda telah menjadikan Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Asia. Pada masa itu, Indonesia merupakan pengekspor terbesar sejumlah komoditas primer khususnya gula, kopi, tembakau, teh, kina, karet, dan minyak kelapa sawit.
Sistem Ekonomi pada Masa Orde Lama
Pada tanggal 17 agustus 1945, indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti Indonesia
sudah bebas dari Belanda. Tetapi setelah akhirnya pemerintah Belanda
mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia. Sampai tahun 1965,
Indonesia gejolak politik di daalam negeri dan beberapa pemberontakan di
sejumlah daerah. Akibatnya, selama pemerintahan orde lama, keadaan
perekonomian Indonesia sangat buruk. Seperti pertumbuhan ekonomi yang
menurun sejak tahun 1958 dan defisit anggaran pendapatan dan belanja
pemerintahan terus membesar dari tahun ke tahun. Dapat disimpulkan bahwa
buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama terutama
disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik
selama pendudukan jepang. Dilihat dari aspek politiknya selama periode
orde lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami sistem politik
yang sangat demokratis yang menyebabkan kehancuran politik dan
perekonomian nasional.
Sistem
Ekonomi pada Masa Orde Baru
Maret 1966, Indonesia dalam era Orde Baru
perhatian pemerintahan lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial tanah air. Usaha
pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembaangunan
5 tahun secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai
oleh negara-negara barat. Tujuan jangka panjang dari pembangunan
ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam
skala besar. Perubahan ekonomi struktural juga sangat nyata selama masa
Orde Baru dimana sektor industri manufaktur meningkat setiap tahun. Dan
kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha
membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai berikut:
kemampuan politik yang kuat, stabilitas ekonomi dan politik, SDM yang
lebih baik, sistem politik ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat,
dan dan kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik.
Sistem
Ekonomi pada Era Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum
ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari
keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan
orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan
mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate
yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya,
kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif
Sistem Ekonomi Indonesia Sebagai Sintesa Kapitalisme dan Sosialisme
Menurut beberapa pengamat sistem perekonomian Indonesia merupakan
percampuran antara sistem kapetalisme dan sosialisme,namun bukan berarti
menyingkirkan aspek – aspek lain yang membangun sistem perekonomian
Indonesia. Dengan mengadopsi kebaikan – kebaikan yang ada pd 2 sistem
tersebut maka terbentuklah sistem perekonomian dindonesia yang disebut
sistem ekonomi pancasila. Tentunya dalam pembentukannya ada
bongkar-pasang untuk mendapatkan kesesuaian. Individualisme vs
kolektivisme. Dengan memadukan dua unsur ini maka yang ada dalam sistem
Indonesia adalah bukan individualisme dan bukan pula kolektivisme. Dalam
perekonomian Indonesia ada individualisme, namun karena telah di batasi
kolektivisme maka individualisme ini tidak segarang aslinya.
Sentralisai dan swastanisai. Peran negara dalam sistem perekonomian
Indonesia memang sentral, namun hal itu tidak menjadikannya seperti
sentralisme yang ada di negara-negara sosialisme, lagi-lagi hal ini
karena hasil sintesa antara individulisme dan kolektivisme.
No comments:
Post a Comment